Minggu, 24 April 2011

Kegagalan Kampus Membangun “Etos Kerja” Sebuah case analysis


Kegagalan Kampus Membangun “Etos Kerja”

Sebuah case analysis


Panggilannya Bang Jhonni, Head of External Communication salah satu bank Swasta Nasional di Indonesia .Latar belakang pendidikannya Sarjana Komunikasi dengan gelar master di bidang Manajemen awal mula berkarir di bidang account officer ,selanjutnya Investor relation ,CSR Manager sampai pada kedudukannya sekarang .

Salah satu alasan dirinya dipromosi pada kedudukannya sekarang adalah keberhasilannya membawa perusahaannya keluar dari krisis dengan mulus. “Krisis menghasilkan impact positif ,kita dapat mengimplementasikan crisis management,saat tidak banyak perusahaan di Indonesia menguasainya dengan baik. “Yang penting fleksible ,kerja keras,focus dan berpikir kedepan”.Katanya berpesan kepada saya.


Belajar dari Bang Jhoni untuk meraih keberhasilan dalam karir setidaknya mengandung empat unsur

Pertama . Fleksible

Bukan hal yang mudah bagi mahasiswa untuk bisa bertindak fleksible.Karena pola asuh dan pendidikan yang diterima sejak SD sampai mahasiswa hanya membangun konsep berpikir untuk menyelesaikan masalah hanya ada satu jawaban.Bahkan seringkali mahasiswa demo kenaikan SPP misalnya,adalah bentuk tidak adanya fleksibilitas otonomi kampus.

Jika mahasiswa terjebab pada kekekuan berpikir maka setelah lulus dia hanya akan hidup pada ideliasmenya sendiri.Mereka berpikir untuk geler yang sudah diraihnya hanya bisa sukses dengan jalur karir linear padahal justru disinilah cikal bakal membludaknya pengangguran.


Didalam dunia industry setiap pelaku usaha bersikap gesit dan mampu beradaptasi denagan perubahan. Harus berani melihat sudut pandang pelanggan teamwork dan bahkan competitor.Jadi syarat pertama untuk berhasil dibidang industri adalah Fleksible tidak terpaku pada text book.


Kedua ,Kerja Keras


Sistem penilaian prestasi akademik dikampus tidak terlalu menekankan pada proses tapi hasil akhir. Tak peduli bagaimana mahasiswa bersangkutan berupaya ,Yang penting hasilnya memuaskan. Baik utuk ujian teori ataupun praktikum. Ambil contoh untuk pengembangan soft skill melalui mata kuliah entrepreneur tidak banyak mahasiswa yang benar benar tumbuh semangat wirausahanya. Lantaran system penilaiannya pada hasil akhir sehingga barang yang dijual kadang” ditodongkan” kepada teman saudara orang serumah, teman dan kerabat dekatnya. Tentu saja cepat laku…! coba kalau jualan kepada pasar sebenarnya pasti tidak semudah itu.Lebih parah lagi jika prinsip dikampus itu bermoto “ cepat lulus dan cepat kerja..?”

Pelaku usaha adalah yang bertanggung jawab atas hidup usahanya dan setiap keputusan yang dia buat. Jika mengalami kesulitan atau memulai usahanya selalu dengan kerja keras. Temukan jawabannya pada diri anda calaon professional…?



Ketiga ,Fokus




Salah satu metode pembelajaran yang tidak mengajarkan siswanya untuk fokus sampai pada tingkat mahasiswa adalah model dalam manajemen kurikulum .Menurut analisa saya dosen /guru tidak mendukung terciptanya upaya pembelajaran fokus pada kompetensi inti mahasiswa. Seperti;

1.Tak ada batasan terhadap luas nya materi pelajaran sehingga tidak jarang terjadi tumpang tindih konsep teori yang tidak terintegrasi.Sehingga tidak ada kaitan yang signifikan antara urutan materi dan kompetensi yang didapat secra berkesinambungan.

2.tak ada relevansi materi yang diajarkan dengan kompetensi yang didapat apalagi sesuai kebutuhan pasar kerja.Sehingga penyampaian materi hanya sebatas teori yang tak dapat direalisasikan di dunia nyata. Dsb


Dalam dunia usaha tidak mungkin sebuah industry akan berhasil jika karyawannya mencampur adukan SOP dan kepentingan pribadi .Atau memberikan persepsi yang berbeda beda kepada konsumen atau tidak konsisten pada pada pasar . Pasti akan kehilangan market share.

Jika ingin berhasil focus pada satu kompetensi yang disukai dan dikuasai.


Keempat ;Berorientasi Masa Depan


Pertanyaan sederhana betulkah materi kuliah yang didapat saat ini benar benar bisa bermanfaat saat mahasiswa lulus di masa depan…?

Sudahkah Perguruan Tinggi duduk bersama Dunia usaha untuk memetakan kompetensi kompetensi yang diperlukan dimasa depan . selanjutnya disusunlah kurikulum berdasarkan kompetensi itu…?

Salah satu kendalanya adalah SDM ,atau mutu dosen yang notabene akdemisi murni dan bukan praktisi. Sehingga tidak banyak tahu apalagi menguasai perubahan dan percepatan dunia diluar kampus.

Cukup banyak mahasiswa yang stress dan takut akan masa depanya sendiri karena tidak percaya diri atas ilmu yang sudah didapatnya.Jika sekarang banyak penggangguran terdidik terus berkembang mereka adalah produk Perguruan Tinggi di masa lalu.

Apakah pernah terpikir oleh pengelola PT untuk memikirkan masa depan mahasiswanya dan selanjutnya menyusun program kurikulumnya mulai saat ini..!


Oreientasi masa depan bagi mahasiswa tidak cukup hanya prestasi akademik tapi juga melatih;ketrampilan problem solver ,berpikir kritis,komunikasi efektif ketrampilan social masyarakat ,komunikasi efektif manajemen emosi dan kepemimpinan.


Etos kerja lantas didapat dari mana ?